https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

February 12, 2022 – nusantara7

https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

https://eis.yru.ac.th/-/dragon222/

https://booking.yru.ac.th/-/rajagacor/

Ratusan Dokter Terpapar Covid-19, salah satunya peserta PPDS

Ratusan Dokter Terpapar Covid-19, salah satunya peserta PPDS

Nusantara7.com, Kenaikan kasus Covid-19 juga berdampak pada meningkatnya jumlah tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar. Salah satunya dari angka penularan pada residen atau peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Meski begitu, Kementerian Kesehatan menilai bahwa angka Covid-19 pada nakes masih dalam batas wajar.

Menurut catatan Tim Bantuan Residen Tim Mitigasi IDI, mulai 31 Januari hingga 9 Februari, tercatat ada 521 residen yang positif Covid-19. Residen dari Universitas Indonesia yang terbanyak terpapar. Jumlahnya mencapai 175 residen. Untuk data harian kemarin (11/2), ada tambahan 40.489 kasus konfirmasi Covid-19 di Indonesia.

Koordinator Tim Bantuan Residen Tim Mitigasi IDI Jagaddhito Probokusumo menyebutkan, belum ada penelitian yang bisa menyatakan di mana seseorang tertular Covid-19. Metode penelitiannya pun tidak ada. Hal itu juga terjadi pada residen dan nakes lain yang bisa saja tertular di fasilitas kesehatan atau tempat lain. ’’Sama-sama berisiko,’’ katanya.

Selain itu, fasilitas untuk nakes belum dirasakan merata. Misalnya, tempat isolasi yang bekerja sama antara Kementerian Kesehatan dan Kemenparekraf. ’’Belum ke seluruh Indonesia,’’ ujarnya.

Sementara itu, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir mengatakan, angka positivity rate nakes pada awal lonjakan kasus Omicron mencapai 35 persen. Hal tersebut, menurut dia, disebabkan jumlah sampel yang diperiksa masih sedikit. Saat ini di rumah sakit vertikal atau milik Kemenkes, positivity rate-nya tinggal 10 persen. Itu diketahui setelah 90 persen nakes dites Covid-19. ’’Kami wajibkan rumah sakit untuk skrining seluruh nakes,’’ bebernya.

Kadir memastikan, belum ada nakes yang meninggal pada saat gelombang Omicron. Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah adanya vaksin Covid-19 yang diterima nakes. Vaksinasi ditengarai dapat mengurangi keparahan dan kematian akibat Covid-19.

Kemenkes juga menyiapkan tempat untuk isolasi mandiri bagi nakes. Fasilitasnya disediakan bekerja sama dengan Kemenparekraf berupa hotel dan tempat penginapan. Nakes yang bertugas bisa tinggal di tempat tersebut. ’’Sehingga tidak bawa virus ke rumah,’’ ucapnya. (jps)

Tragedi yang menimpa Anak Buah Kapal WNI jangan sampai terus berulang

Tragedi yang menimpa Anak Buah Kapal WNI jangan sampai terus berulang

Nusantara7.com, Jakarta  – Mantan CEO perusahaan multinasional Unilever, Paul Polman pernah menyatakan bahwa kerja yang aman, tingkat upah yang adil, proteksi dari kerja paksa, serta kemerdekaan dari perundungan dan diskriminasi harus menjadi kondisi kerja global.

Namun, sangat disayangkan bahwa masih banyak bidang pekerjaan, seperti anak buah kapal (ABK) atau awak kapal ikan, yang masih ditemukan banyak tragedi yang tidak sesuai dengan kondisi ideal yang disampaikan oleh Paul Polman.

Salah satunya adalah mengenai kasus tujuh ABK berkewarganegaraan Indonesia yang menghilang di perairan sekitar Mauritius sejak tahun 2021 lalu. Tujuh ABK WNI itu merupakan awak dari dua kapal ikan berbendera Taiwan yang berbeda, yaitu satu ABK di Kapal De Hai, dan enam di kapal Wei Fa.

Berdasarkan keterangan saksi mata, Kapal Wei Fa dan Kapal De Hai meninggalkan dermaga Mauritius pada 26 Februari 2021 sebelum dinyatakan hilang di laut.

Kemudian pada 2 Maret 2021, aparat keamanan Mauritius dapat menarik kembali Kapal Wei Fa ke Ibu Kota Port Louis tetapi tujuh ABK WNI tidak ditemukan. Disebutkan bahwa aparat Mauritius telah melakukan penyelidikan terhadap semua kru kapal yang ada dan terdapat indikasi ada tindakan kriminal.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam paparan secara daring pada Kamis (10/2) telah menyatakan, pihaknya telah melayangkan hingga  tujuh kali nota diplomatik untuk mendorong penyelidikan dan kejelasan nasib tujuh ABK WNI tersebut.

Tragedi demi tragedi memang seakan-akan mewarnai lintasan sejarah perjuangan ABK WNI yang banyak bekerja di berbagai kapal ikan asing yang tersebar di berbagai sudut perairan dunia.

Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan bahwa jumlah pengaduan yang dilakukan ABK berkewarganegaraan Indonesia, lebih banyak datang dari mereka yang bekerja di kapal ikan asing.

Menurut data yang disampaikan lembaga tersebut, dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini, DFW Indonesia telah menerima 69 pengaduan awak kapal perikanan.

Dari pengaduan tersebut, sebanyak 40,57 persen pengaduan dilaporkan oleh awak kapal dalam negeri, dan 55,07 persen berasal dari mereka yang bekerja di kapal ikan luar negeri.

Profil kasus yang sering kali diadukan oleh para awak kapal perikanan tersebut meliputi masalah asuransi dan jaminan sosial, gaji yang tidak dibayarkan atau pemotongan gaji, penipuan, dan kekerasan.

Terungkap pula bahwa rata-rata pengaduan yang disampaikan terkait dengan pelanggaran ketenagakerjaan yang mengarah pada praktik kerja paksa. Selain itu, dalam kurun waktu 2020-2021, pihaknya menerima 69 pengaduan dengan total korban sebanyak 169 orang.

Untuk itu, Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan mendesak pemerintah Indonesia melalui kementerian terkait untuk meningkatkan upaya perlindungan awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan dalam dan luar negeri.

Sejauh ini, menurut dia, walaupun sejumlah aturan dan regulasi telah dikeluarkan pemerintah namun kenyataan di lapangan menunjukkan banyak masalah yang dialami oleh para awak kapal perikanan.

UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dinilai belum mampu menjawab masalah carut marut tersebut karena aturan teknis terkait awak kapal perikanan tak kunjung dikeluarkan.

Akibatnya, kata dia, proses rekrutmen dan penempatan awak kapal perikanan bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa kontrol dan pengawasan ketat dari pemerintah.

Selain UU Nomor 18/2017, Indonesia memiliki UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran dan UU Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjadi dasar manning agent (lembaga penyelenggara rekrutmen) melakukan usaha perekrutan dan penempatan awak kapal perikanan migran.

Terkait dengan lembaga penyelenggara rekrutmen, pengamat sektor kelautan Abdul Halim meminta ada penataan terhadap berbagai lembaga penyelenggara rekrutmen ABK untuk posisi bekerja baik di kapal ikan domestik maupun di kapal ikan asing.

Iming-iming

Menurut Abdul Halim, yang juga Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, rekrutmen kepada ABK di kapal perikanan biasa dilakukan antara lain secara perorangan dengan menawarkan atau memberi iming-iming adanya peluang kerja secara langsung kepada orang terdekat atau tetangga.

Namun, skema rekrutmen tersebut dinilai sering kali mengabaikan pentingnya kontrak kerja secara tertulis yang menghormati hak dan kewajiban antara kedua belah pihak. Dalam konteks ini, penyebabnya adalah adanya ketergantungan ABK terhadap pemilik kapal karena kebutuhan dasarnya sewaktu-waktu bisa dipenuhi melalui mekanisme hutang dan bisa dibayarkan setelah pulang melaut.

Skema rekrutmen lainnya, masih menurut dia, adalah dilakukan industri penangkapan ikan baik di dalam negeri maupun di mancanegara yang memasang iklan hingga ke perkampungan nelayan atau perkampungan umum baik yang berada di wilayah pesisir maupun nonpesisir.

Dari iklan yang mereka pasang itulah juga memberikan iming-iming keuntungan yang baik bila bekerja sebagai ABK, tetapi berpotensi adanya info yang tidak dibuka secara langsung atau ditutup-tutupi karena yang dipentingkan oleh rekruter adalah lebih kepada terpenuhinya target untuk merekrut tenaga kerja.

Abdul Halim menyatakan hal tersebut berakibat kepada munculnya kasus seperti perbudakan di atas kapal seperti yang masih kita temukan pada saat ini, maupun penyelundupan manusia yang dipekerjakan secara ilegal di negara lain.

Untuk itu, ujar dia, selain menata lembaga-lembaga penyelenggara rekrutmen tenaga kerja di sektor perikanan, perlu juga ditingkatkan pengawasan secara reguler terhadap mekanisme rekrutmen, serta adanya pemberian sanksi yang tegas serta memberikan efek jera kepada lembaga rekrutmen ABK apabila ditemui pelanggaran terhadap prosedur rekrutmen yang mencederai hak-hak tenaga kerja.

Data kapal

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan menyatakan bahwa data kapal perikanan yang lengkap dan tepat merupakan persyaratan yang penting untuk meningkatkan perlindungan bagi nelayan dan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia.

Menurut Dani Setiawan, tidak hanya untuk kapal ikan asing tetapi juga untuk kapal domestik, pemerintah harus terus secara aktif memperkuat pemenuhan skema-skema perlindungan bagi nelayan dan awak kapal perikanan.

Dani mengingatkan perlindungan alam konteks nelayan antara lain merujuk kepada UU Nomor 6/2017 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Beberapa isu utama terkait hal tersebut antara lain adalah penyediaan prasarana usaha penangkapan ikan dan pelabuhan perikanan.

Kemudian, lanjutnya, adalah kemudahan memperoleh sarana usaha penangkapan ikan seperti kapal, BBM, es, atau alat penangkapan ikan, serta perlunya ada jaminan kepastian usaha seperti harga ikan atau perlindungan wilayah tangkap nelayan kecil, jaminan risiko penangkapan ikan, seperti asuransi nelayan, serta jaminan keamanan dan keselamatan seperti penyediaan alat keselamatan melaut.

Ia berpendapat pentingnya untuk melakukan penghapusan praktek ekonomi biaya tinggi, seperti pembebasan pajak atau pungutan lainnya yang memberatkan, serta fasilitasi dan bantuan hukum misalnya pendampingan bagi nelayan atau ABK yang mendapat masalah penangkapan ikan di wilayah negara lain.

Isu strategis perlindungan nelayan/ABK tersebut adalah mandat UU yang harus secara progresif dipenuhi oleh pemerintah untuk memastikan nelayan dan ABK mendapatkan perlindungan yang optimal dan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan ABK. Saat ini pemenuhannya dirasa belum optimal dan perlu banyak perbaikan.

Sebagaimana dijamin oleh konstitusi, merupakan hak setiap WNI untuk mendapat pekerjaan, baik di dalam maupun luar negeri, sehingga yang perlu dilakukan pemerintah adalah memperkuat perlindungan bagi ABK Indonesia serta menguatkan fungsi monitoring, koordinasi lintas negara, tracing, dan penegakan hukum bagi kapal asing yang melanggar HAM. (atr)

 

SIG dukung pemerintah wujudkan “net zero carbon emission” melalui energi baru

SIG dukung pemerintah wujudkan “net zero carbon emission” melalui energi baru

Nusantara7.com, Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) mendukung pemerintah mewujudkan komitmen Indonesia mencapai target net zero carbon emission pada 2060, salah satunya melalui penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT).

“SIG sejak tahun 2021 telah melakukan beberapa program kerja utama yang merupakan bagian dari SIG Sustainability Initiatives untuk mendukung penurunan emisi karbon, di antaranya penurunan clinker factor, peningkatan pemakaian alternative fuel dan efisiensi energi (listrik dan thermal),” kata Corporate Secretary SIG Vita Mahreyni dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, upaya lain yang dilakukan SIG dalam mendukung penurunan emisi karbon adalah implementasi renewable energy berupa panel surya.

Komitmen SIG dalam mewujudkan Program Netral Karbon 2060 tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerja sama dengan PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero) (BKI), antara Direktur Utama SIG Donny Arsal dan Direktur Utama BKI Rudiyanto yang disaksikan Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury.

Selain SIG, penandatanganan MoU juga dilakukan BKI dengan sejumlah BUMN di antaranya PT Pertamina, PT PLN, Perum Perhutani, PT Pupuk Indonesia, MIND ID, PTPN, dan PT EMI.

“SIG telah menyelesaikan pilot project solar panel 10 kW yang terpasang di beberapa plant yaitu Ghopo-Tuban, Semen Padang dan Semen Tonasa dan telah beroperasi dengan baik menghasilkan energi listrik yang dimanfaatkan pada peralatan pabrik,” kata Vita.

Perseroan melakukan pengendalian emisi yang dihasilkan pada proses produksi melalui pemanfaatan teknologi sistem electrostatic precipirator, conditioning tower, dan bag filter di pabrik untuk mengelola emisi debu.

SIG juga memanfaatkan panas gas buang dari proses pembakaran sebagai pembangkit listrik dengan teknologi waste heat recovery power generation (WHRPG) di Pabrik Tuban dan Indarung.

“SIG memanfaatkan sampah kota yang sebelumnya telah diolah menjadi refused derived fuel (RDF) sebagai energi alternatif pengganti batu bara di Pabrik Narogong dan Cilacap yang merupakan solusi untuk pengelolaan lingkungan masyarakat yang lebih baik,” ujar Vita. (atr)