Bintang Pos, Surabaya – Sudah jadi rahasia umum bahwa banyak jajanan anak sekolah yang tidak sehat. Mulai dari berpengawet, menggunakan pewarna tekstil, penyedap hingga pemanis buatan. Bila terus-menerus dikonsumsi, maka kesehatan tubuh anak jadi taruhannya.
Orang tua yang sibuk ditambah kemacetan lalu lintas di kota-kota besar, memaksa anak-anak sekolah khususnya SD harus berangkat ke sekolah sangat pagi. Karena kondisi itu, banyak dari mereka yang tak sempat sarapan di rumah. Akibatnya, jajanan yang tersedia di sekolah menjadi pilihan anak-anak untuk mengenyangkan perut.
Sayangnya, hanya 32 persen sekolah yang memiliki kantin sehat. Sisanya merupakan jajan tidak sehat karena mengandung zat adiktif (pengawet, pewarna non pangan, penyedap dan pemaniss buatan), terkontaminasi bakteri, dan sumber air tidak sehat mengandung E.coli. Hal ini berdasarkan studi tahun 2012 yang dilakukan DR Rachmat Sentika, Sp.A.,MARS.
“Dampaknya bisa menyebabkan gangguan gizi, anak cacingan, anemia, obesitas. Hampir merusak semua organ, hati terjadi sirosis (pengerasan hati), gagal ginjal dan organ metabolik lain, hingga kanker. Kalau mengandung bakteri atau virus bisa menyebabkan diare, muntah-muntah hingga keracunan,” jelas Dr. Tb Rachmat Sentika, Sp.A.,MARS, dokter spesialis anak IDAI yang juga staf ahli Menko Kesra Bidang Pencapaian MDGs.
Hal ini disampaikannya dalam acara Seminar Guru ‘Sehatnya Duniaku: Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi’, di Gedung Cawang Kencana, Jl. May Jend Soetoyo Kav 22, Jakarta, Sabtu (27/7/2013).
Dr Rachmat menjelaskan bahwa kondisi gizi anak-anak Indonesia terbilang cukup buruk. Sebagai contoh, sebanyak 17,9% anak Indonesia mengalami kekurangan gizi, yang mengalami gizi buruk sebanyak 5,3% dan 36% mengalami stunting atau bertubuh kuntet.
“Tidak mungkin otaknya top. Jadi ada sekitar seperempat anak Indonesia yang terancam tidak tamat SD karena otaknya tidak cukup berkembang,” lanjutnya.
Yang lebih menakutkan, konsumsi jajanan tak sehat terus-menerus dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati. Dalam jangka 20-30 tahun kemudian, si anak akan mengalami sirosis (pengerasan hati) lebih cepat.
Ginjal yang berfungsi sebagai filtrasi atau pencuci darah pun akan mulai mengerak dan merusak sistem kerjanya, hingga akhirnya mengalami gagal ginjal.
“Formalin itu kan untuk mengawetkan mayat, agar ototnya menjadi kaku. Bayangkan kalau itu masuk ke tubuh, otot-otot yang harusnya elastis menjadi kaku,” jelas Dr Rachmat.
Solusinya, biasakan anak sarapan sehat di rumah sebelum berangkat ke sekolah, atau bila tidak sempat selalu bekal dengan panganan yang sehat dan bergizi seimbang. Hal ini akan mencegahnya lapar, mencukupi kebutuhan gizi, serta tak jajan sembarangan. (dtk)