JAKARTA – Di tengah terkuaknya ‘saweran’ duit tersangka suap kasus Pilkada, Akil Mochtar ke beberapa pedangdut, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipecat secara tidak hormat ini mulai menyerang koleganya, Mahfud MD.
Melalui pengacaranya, Tamsil Sjoekoer, Akil mengatakan Mahfud pernah melanggar kode etik saat menjadi Ketua MK. Mahfud pernah bertemu dengan pihak berperkara saat menguji Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saat UU KPK diuji di MK, Mahfud bertemu dengan pengacara KPK yang sekarang menjadi komisioner KPK,” kata Tamsil, Rabu (6/11).
Hari ini, KPK berencana memeriksa Akil Mochtar. Pemeriksaan ini merupakan yang pertama kalinya sejak operasi tangkap tangan (OTT) dan penetapannya sebagai tersangka.
Menurut Tamsil, Akil mengetahui persis pertemuan Mahfud dengan pengacara KPK yang saat itu merupakan pihak berperkara. “Pertemuan dilangsungkan di rumah dinas Akil di Widya Chandra, Jakarta Selatan,” kata dia.
Anggota Indonesia Legal Round, Refki Saputra juga mempertanyakan agenda pertemuan Mahfud dengan pengacara KPK tersebut, “Pertemuan itu untuk apa, kok, dilakukan bukan di tempat yang terbuka bagi publik?” kata Refki.
Menurut Refki, hakim konstitusi masih dibolehkan bertemu dengan pihak-pihak beperkara, tapi harus di ruang publik dengan tugas tertentu. “Misalnya ketika MK menguji UU yang berhubungan dengan pemerintahan, hakimnya bertemu dengan pemerintah di suatu rapat terbuka yang membahas kebijakan dan disaksikan publik, itu wajar,” kata dia.
Meski demikian, menurutnya Mahfud tidak bisa lagi dikenakan sanksi etik, meskipun jika tudingan bekas Ketua MK Akil Mochtar benar. Hal ini disebabkan Mahfud sudah bukan lagi tercatat sebagai hakim konstitusi.
“Ini persis kasus hakim agung Djoko Sarwoko dalam kasus BlackBerry. Dia tidak bisa dikenai sanksi etik karena sudah pensiun,” kata Refki.
Meskipun tak lagi bisa dikenai sanksi etik, Refki mengatakan Mahfud masih bisa dikenai sanksi pidana. “Kalau dalam pertemuan tersebut terjadi transaksi suap-menyuap, Mahfud bisa diseret oleh kepolisian atau bahkan ke KPK,” kata dia.
Mahfud sendiri menanggapi tudingan itu dengan enteng. Ia mengatakan tak pernah bertemu pihak beperkara di rumah Akil. Ia membenarkan sering bertemu BW karena “sudah dekat dan teman sepengajian”. “Tidak pernah itu, tudingan seperti itu biasa-biasa sajalah,” katanya.
Ia membantah adanya pertemuan di rumah dinas Akil untuk membahas kasus ketika Mahfud masih menjabat sebagai Ketua MK. Menurut Mahfud, pertemuan itu tidak pernah ada. “Tanya saja ke Akil, kasusnya sendiri, kan, tidak ada yang aneh,” kata dia.
Meski begitu, ia mengaku kerap bertemu dengan Bambang Widjojanto (BW), pengacara KPK yang sekarang komisioner antirasuah tersebut. Bahkan sampai saat ini ia kerap mengundang Bambang datang ke rumahnya. Namun, ia menegaskan, tidak pernah membicarakan soal perkara. “Saya dengan Bambang sudah dekat, sering diskusi bareng, juga sama-sama ikut pengajian,” kata Mahfud.
Akil sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka suap dalam dua sengketa pemilihan umum kepala daerah. KPK telah menetapkan Akil Mochtar yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua MK sebagai tersangka sehari setelah OTT pada 3 Oktober 2013. Akil menjadi tersangka dalam kasus suap dalam penanganan sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Lebak.
Tak hanya itu, KPK juga menetapkan sangkaan suap baru kepada Akil karena diduga ikut juga menerima suap dalam penanganan sengketa pilkada di daerah lainnya. Terkait sangkaan ini, KPK menggeledah kantor dan rumah dinas Wali Kota Palembang, Romi Herton dan pemeriksaan terhadap Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri.
Selain itu, KPK juga menetapkan Akil sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penelusuran harta kekayaan milik Akill yang diduga bermasalah ini dilakukan hingga yang berasal dari 2002 lalu. Tak berapa lama setelah penetapan itu, Akil diberhentikan dengan tak hormat melalui mekanisme Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Para Wanita Bisa Terseret
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengakui adanya pemberian uang kepada sejumlah artis dangdut, salah satunya Rya Fitria. Tapi, menurut Akil, pemberian uang tersebut hanya terkait dengan pengisi acara saat ia menjadi calon Gubernur Kalimantan Barat pada 2007 lalu.
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjerat para penerima uang yang diduga dari hasil tindak pidana yang dilakukan Akil. “Dalam pasal 5 UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), pihak yang menerima padahal tahu atau diduga mengetahui, uang itu hasil dari kejahatan, ini dapat dikenakan hukuman selama lima tahun penjara,” kata Agus.
Agus menjelaskan dalam pidana pencucian uang, ada tiga pelaku yaitu pelaku aktif, fasilitator dan pelaku pasif. Pelaku aktif adalah pihak yang dengan sengaja menyamarkan dan menyembunyikan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana.
Sedangkan fasilitator adalah pihak yang membantu dalam menyamarkan misalnya isteri yang menyamarkan uang dari tindak pidana untuk asuransi anak, membeli rumah dan perhiasan. Sedangkan penerima pasif dapat disebut sebagai penadah yang dapat dimintai pertanggungjawabannya berdasarkan pasal 5 UU TPPU.
Menurut Agus, para perempuan yang mendapatkan aliran dana dari tersangka TPPU dan jika dalam proses persidangan dan penyidikan terbukti mengetahui tapi tetap menerima maka dapat disebut penerima pasif. Bahkan dapat disebut fasilitator dan pelaku aktif jika ikut menyamarkan dan menyembunyikannya. “Kita terus mendorong KPK untuk dapat melakukan penuntutan terhadap isteri ataupun perempuan-perempuan yang menjadi penerima uang dari tindak pidana ini,” ujarnya.
Namun begitu ia masih pesimistis melihat kondisi perkembangan penanganan kasus TPPU. Pasalnya selama ini KPK tidak juga dapat menjerat para isteri maupun perempuan dekat dari terdakwa kasus TPPU.
Ia mencontohkan yaitu dalam kasus Irjen Djoko Susilo dan Ahmad Fathanah. Atau kasus Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, dimana isterinya, Milana Anggraeni tidak dijerat sama sekali. Kasus Akil ini dapat menjadi pertaruhan bagi KPK apakah dapat menjerat juga isteri dan perempuan dekat Akil.
“Kalau diterapkan tuntutan kumulatif, bisa dilakukan pembuktian terbalik. Kalau tidak dapat dibuktikan, bisa dilakukan perampasan untuk negara. Maka KPK dapat menjerat penerima yang kebetulan para perempuan ini,” jelas Agus.
Untuk diketahui,besarnya uang yang diberikan kepada Rya Fitria sangat besar yaitu lebih dari Rp 900 juta. Besarnya uang ini tidak diberikan sekaligus namun diberikan secara rutin per bulan antara tahun 2007-2012 dengan besaran bervariasi antara Rp 7,5 juta hingga Rp 15 juta.
Ada juga nama Iis Dahlia dan Evie Tamala yang mendapatkan uang antara Rp 30 juta-Rp 60 juta. Menurut Iis, itu murni pekerjaannya sebagai pengisi acara kampanye Pilkada Gubernur Kalimantan Barat pada November 2007 oleh Akil Mochtar yang saat itu mencalonkan diri dalam Pilkada tersebut.
“Gue urusannya profesional, gue penyanyi dikontrak untuk menyanyi di acara ini ya do it.. Enggak ada urusan gue dapat transferan uang jatuh dari langit atau gratis seperti kisah penyanyi perempuan lain yang karirnya menyanyinya enggak jelas dan sekarang marak jadi berita,” kata Iis.
Di acara kampanye tersebut, ia bersama Evie Tamala sebagai penyanyi utama. Sementara penyanyi pendamping adalah Rya Kondang In dan Ria Fitria atau Rya KDI –ke duanya jebolan ajang pedangdut di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), kini MNC TV.
“Gue menyanyi di satu titik atau satu daerah, biasanya dari pagi sampai sore dalam acara kampanye. Pak Akil (AKIL Mochtar) memberikan bayaran yang bagus Rp 30 sampai Rp 40 juta sekali main atau di satu titik. Seingat aku, di acara ini aku dipercaya untuk menyanyi di tiga sampai empat titik,” ujar Iis.spo