Bintang Pos, Kediri – Sesuai amanat undang-undang, proses penganggaran pemerintah harus transparan dan akuntabel. Tetapi kenyataanya, praktek penyelewengan anggaran semakin tinggi dan modusnya juga bertambah beragam.
Oleh sebab itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri menggembleng (baca : mendidik secara keras) sebanyak 16 jurnalis produktif agar dapat melek terhadap anggaran publik.
Peningkatan kapasitas jurnalis se-Kediri Raya itu dilakukan melalui Training Penguatan Kapasitas Sebagai Pengawal Transparansi Anggaran Negara.
Kegiatan digelar selama dua hari, Jumat (26/7/2013) hingga Sabtu (27/7/2013) di Hotel Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.
Nara sumber yang dihadirkan berasal dari, akademisi, Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) hingga DPR RI.
Mereka, Ahli Manajemen Keuangan Publik Universitas Pawyatan Daha (UPD) Kediri, sekaligus Direktur Institut Riset dan Pengembangan Indonesia (IRPA) Drs. Joko Siswanto, MSi, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Dahkelan, Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI dan Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari.
Drs Joko Siswanto mengatakan, masih banyak celah yang dapat dimanfaatkan pelaku anggaran dalam melakukan penyelewengan. Sementara lembaga kontrol pemerintah yaitu, Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) bukan sebagai eksekutor, apabila terjadi penyimpangan. Sehingga perlu adanya pengawasan dan kontrol dari semua pihak.
” BPKP tidak dapat melakukan eksekusi, hanya menetukan wajar, syarat dan disklimer begitu. Tidak melakukan penindakan. Jika terjadi penyelewengan hanya diperbaiki. Pengawasan bisa dari DPR juga dari masyarakat. Sekarang sudah ada UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP), itu menjadi salah satu wadah masyarakat dalam mengontrol pos angaran itu,” terang Drs. Joko Siswanto.
Sementara, Dahkelan dari FITRA Jawa Timur membeberkan protret penganggaran yang dipengaruhi oleh politik, dan kepentingan incumbent. Sehingga, terjadi ketimpangan anggaran. Dimana, alokasi untuk masyarakat miskin sangat kecil. Sedangkan kebocoran anggaran lebih besar. FITRA menampilkan ilustrasi dan statistik data dan melakukan perbandingan secara analisis.
” DPR dalam proses penyusunan anganggaran tidak semua memiliki renja (renca kerja). Setiap tahun monoton. Anggaran didominasi usulan eksekutif. Biasanya, dua tahun sebelum pilkada, SILPA (Sisa Lebih Anggaran) cenderung besar. Itu karena lemahnya perencaaan, serta kontrol DPR. Selain itu, anggaran untuk bantuan sosial juga besar. Perubahan Anggaran Keuangannya (PAK) juga selalu menambah anggaran. Indikasinya untuk kepentingan pencalonan,” tegas Dahkelan, juru bicara lembaga yang mempersoalkan anggaran perjalanan dinas Gubernur DKI Jakarta Jokowi.
Berbeda dari dua narasumber lain, Anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari membeberkan, berbagai kasus penyelewengan anggaran di Indonesia, termasuk pelaku dan modusnya. Oleh karena itu partisipasi publik dalam pengawasan keuangan Negara sangat perlu. Politisi dari PDI Perjuangan itu juga memberi bekal jurnalis dalam menganalisa anggaran dengan metode 4E (Efisiensi, Efektifitas, Ekonomis, dan Equiti)
” Pengawasan penganggaran harus dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir. Sebab, potensi penyelewengan anggaran, bukan hanya pada penggunaan saja, tetapi justru yang terbesar ada di tingkat pengusulan. Tentunya dengan metode 4E tersebut,” jelas Eva.
Terpisah, Ketua AJI Kediri Yusuf Saputro mengatakan, Training Penguatan Kapasitas Jurnalis merupakan acara awal dari rangkaian panjang program menuju AJI Award yaitu, penganugerahan dua karya tulis terbaik soal Transparansi Anggaran Negara.
” Setelah lebaran, akan ada pengamatan dan monitoring media. Akan kita pantau media-media masa dalam menyajika berita soal penganggaran publik. Dan terakhir penganugerahan karya tulis terbaik,” ungkap kontributor TV One wilayah Kediri itu.(brj)