Bintang Pos, Surabaya – Maraknya pemberitaan soal penutupan sejumlah lokalisasi di kota Surabaya ternyata tak membuat anggota DPRD seluruhnya mendukung program yang terkesan prestisus ini. Terlebih bila penutupan dilakukan tanpa solusi yang tepat.
Seperti Baktiono ketua komsisi D DPRD Surabaya justru tidak setuju apabila Walikota Tri Rismaharini hanya bisa menutup dan memulangkan sejumlah wanita pekerja seks komersial. Itu karena kebijakan ini hanya berlaku sesaat tetapi tidak akan memberikan solusi di masa depan.
Beberapa lokalisasi seperti Bangunsari dan Tambak Asri dikabarkan telah berhasil dilakukan penutupan oleh Walikota Surabaya. Tapi kenyataannya, keadaan dan keberadaan WTS penghuninya masih saja ada yang berkeliaran di tempat yang sama. Anggaran dari Kementrian Sosial RI untuk pentupun sejumlah lokalisasi di kota Surabaya diperkirakan akan habis tanpa hasil, karena persoalan WTS adalah merupakan penyakit masyarakat yang sulit dicegah.
Baktiono ketua komisi D DPRD Surabaya yang membidangi pendidikan dan kesra ini menilai bahwa program penutupan lokalisasi di kota Surabaya tidak akan berjalan efektif. Bahkan sebaliknya akan mendorong munculnya beberapa tempat prostitusi lain dengan berbagai modus dan kedok, karena tidak dibarengi dengan penertiban yang tegas.
“Kita kan tidak tahu persis jumlah WTS yang sebenarnya, karena keberadaan mereka tidak hanya di lokalisasi. Penutupan yang dilakukan Walikota beberapa bulan lalu di Bangunsari dan Tambak Asri memang benar bisa dilakukan, karena jumlahnya memang tidak banyak dan usia rata-ratanya memang sudah waktunya berhenti. Tetapi jika kita bicara soal lokalisasi Dolly, tentu tidak segampang itu. Karena disamping jumlahnya yang sangat banyak, usia mereka masih muda-muda. Apalagi keberadaan Dolly justru memberikan lapangan kerja sekaligus tempat berbagai usaha bagi masyarakat sekitarnya,” terang Baktiono politisi gaek asal FPDI Perjuangan ini
Menurut Baktiono, menghapus protistusi tidak gampang. Apalagi di kota Surabaya masih banyak tempat hiburan lain yang sangat memungkinkan sebagai tempat untuk melakukan asusila.
“Dalam persoalan ini, petugas satpol-PP dan Disparta memang diharapkan bisa tegas. Penutupan lokalisasi dijalankan tetapi ijin tempat hiburan dan massage tetap terus dikeluarkan, tentu hal ini kontradiksi. Daripada seperti itu, sekalian saja WTS diberikan tempat tetapi yang jauh dari pemukiman dan aktifitas masyarakat Surabaya, bila perlu dicarikan tempat di pulau seberang, karena jika hanya ditutup mereka tetap akan berusaha kembali dengan berbagai cara, bahkan akan menghiasi dibeberapa jalan protokol, ini malah runyam,” pungkas Baktiono.(brj)