Menurut Khusnul Khotimah, mengacu pada surat edaran yang diberikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), seharusnya denda sepuluh persen bagi pemilik bangunan yang melanggar sudah diterapkan sejak beberapa tahun yang lalu. Mengingat, surat edaran yang diberikan Mendagri sudah cukup lama. Yaitu pada tahun 2002.
Berbeda dengan Khusnul Khotimah, anggota Komisi D lainya Masduki Toha lebih menyoroti masalah perubahan alih fungsi lahan. Dimana antara rencana tata ruang wilayah (RTRW) tahun 2007 dengan RTRW yang baru ditemukan banyak perbedaan.
“Dalam rabat badan musyawarah (Banmus), kami mendapat pencerahan soal masalah ini,” kata Masduki Toha.
Maduki Toha mencontohkan alih fungsi lahan terbuka hijau (RTH). Menurutnya, jika mengacu RTRW tahun 2007 lahan yang masuk wilayah RTH tidak boleh dimanfaatkan. Sedangkan dalam rencana tata ruang wilayah yang baru, larangan tersebut sudah tidak ada. Akibatnya, kini mulai banyak pengembang yang berlomba-lomba melakukan pembangunan.
“Ini yang membingungkan. Seandainya dinyatakan melanggar, lalu nanti dendanya diikutkan aturan yang mana?. Sebab saat ini, banyak terjadi pembangunan proyek fisik dengan alasan mengikuti RTRW baru,” tanya Masduki Toha.
Apalagi, sesuai dengan rancangan pembangunan jangkah menengah daerah (RPJMD) juga menggunakan RTRW yang baru sebagai acuanya. Makanya, tidak mengherankan bila saat ini ada usulan rencana tata ruang wilayah Kota Surabaya tidak segera digedok.
“Saran saya, biar tidak terjadi pelanggaran dikembalikan dulu hingga RTRW yang bari digedok,” saran legislator asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sementara menyikapi pernyataan yang disampaikan sejumlah Komisi D, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Eri Cahyadi, secara tegas menyatakan sebagai pemangku kekuasaan di Surabaya pihaknya tidak bisa begitu saja menyetop perijinan yang diajukan masyarakat. Sebagai gantinya, pihaknya menggunakan Perda No 3 tahun 2007 sebagai dasar.
“Itu artinya, untuk pengajuan ijin IMB, kita tidak mangacu pada RTRW. Tapi perda tadi itu. Harusnya, jika mengacu pada RTRW sekarang, maka pembangunan juga harus dikerjakan saat ini,” tegas Eri Cahyadi.
Sebab, jika sampai pemerintah kota berhenti melayani, tentu jumlah bangunan yang tidak berijin di Surabaya akan semakin banyak. Sebagai solusinya, pemkot berencana mengganti lahan yang dimiliki warga.
“Itu adalah bentuk tanggung jawab dari pemerintah kota. Dan ganti rugi tersebut, hanya diberikan bagi bangunan yang dikerjakan sebelum terbitnya Perda No 3 tahun 2007,” tandas pria yang menggantikan posisi Agus Imam Sonhaji itu.
Sementara untuk pemberlakuakn denda 10 persen bagi pemilik bangunan yang melanggar, menurutnya, langkah itu sebagai ganti terhadap perda lama yang hanya memberikan denda maksimal Rp 50 juta bagi pelanggar.
“Saya harap warga tidak takut. karena untuk hitung-hitunganya kami memiliki mekanisme sendiri. Apalagi, besaran denda yang diberikan antara rumah hunian dengan pergudangan dan hotel juga tidak sama,” pungkasnya. sp