Bintang Pos, Surabaya – PT PLN (Persero) mencatat laba bersih Rp 3,2 triliun di 2012, anjlok 40% dari Rp 5,4 triliun pada tahun sebelumnya. Laba tergerus gara-gara naiknya rugi selisih kurs.
Rugi kurs perseroan naik Rp 4,1 triliun dari Rp 1,8 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp 5,9 triliun pada tahun 2012 sebagai akibat dari translasi liabilitas perusahaan dalam mata uang asing.
Pasalnya, tahun ini terjadi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) meskipun di sisi lain terjadi penguatan terhadap yen Jepang. Penurunan laba bersih terutama disebabkan oleh transaksi non-cash sehingga tidak berpengaruh terhadap EBITDA perusahaan yang mengalami kenaikan sebesar 26,1% menjadi Rp. 52,4 triliun pada tahun 2012 dari Rp 41,6 triliun pada tahun 2011.
Peningkatan rugi kurs sebesar Rp 4,1 triliun terdiri dari peningkatan rugi kurs Rp 8 triliun atas pinjaman-pinjaman yang mayoritas dalam mata uang dolar AS, yaitu: utang sewa pembiayaan atas penerapan ISAK 8 sebesar 45%, utang obligasi internasional sebesar 32%, utang bank sebesar 17%, dan liabilitas moneter lainnya (net off asset) sebesar 6%.
Namun juga ada peningkatan laba kurs sebesar Rp 3,9 triliun atas utang sewa pembiayaan PLTU Tanjung Jati B dan utang penerusan pinjaman yang mayoritas dalam mata uang yen Jepang (JPY).
“Laporan keuangan tahun 2012 ini telah diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) Osman Bing Satrio dan Eny, yang merupakan afiliasi dari Deloitte Touche Tohmatsu Limited,” kata manajemen PLN dalam siaran pers, Sabtu (13/4/2013).
Pendapatan usaha perseroan pada tahun 2012 tercatat Rp 232,7 triliun, naik 12% dari pendapatan usaha tahun 2011 yang sebesar Rp 208 triliun. Meningkatnya pendapatan usaha di tahun 2012 ini, terutama berasal dari kenaikan penjualan tenaga listrik (penambahan jumlah pelanggan sebesar 3.900.104 dan penambahan volume penjualan sebesar 4.892 GWh).
Sementara itu, beban usaha sepanjang tahun 2012 tercatat sebesar Rp 203,1 triliun, meningkat 9% dibandingkan tahun 2011 yang mencatatkan angka Rp 185,6 triliun.
Meningkatnya beban usaha ini karena peningkatan konsumsi bahan bakar, pelumas dan pembelian tenaga listrik untuk memenuhi peningkatan permintaan listrik dari masyarakat. Meningkatnya beban usaha juga karena adanya peningkatan penyusutan akibat meningkatnya jumlah asset perseroan. (dtk-kba)