Nusantara7.com,Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) akhirnya menetapkan Idul Adha jatuh pada 10 Juli. Keputusan itu berselisih sehari dengan kebijakan Muhammadiyah yang menetapkan Idul Adha pada 9 Juli.
Keputusan Kemenag tersebut diambil melalui sidang isbat tadi malam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap perbedaan itu tidak menjadi bahan pemecah bangsa Indonesia. Hasil sidang isbat penetapan awal Zulhijah itu diumumkan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi. Dia mengatakan, dari 86 titik pemantauan hilal yang digelar Kemenag di seluruh Indonesia, tidak ada satu pun yang melihat hilal. “Maka, secara mufakat 1 Zulhijah jatuh pada Jumat, 1 Juli 2022 Masehi,” kata politikus PPP tersebut.
Zainut menyatakan, dengan ditetapkannya 1 Zulhijah jatuh pada 1 Juli, berarti Idul Adha dirayakan pada 10 Juli. Sebab, sesuai dengan ketentuan, Idul Adha diperingati setiap 10 Zulhijah.
Dia menerangkan, keputusan sidang isbat itu mengacu pada perhitungan hisab dan rukyatulhilal. Dia menegaskan, metode hisab dan rukyat saling melengkapi.
’’Dua metode itu bukan untuk saling diperhadapkan atau dipertentangkan,’’ tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua MUI Abdullah Jaidi menyampaikan, perbedaan Idul Adha tahun ini merupakan sebuah kenyataan yang harus disikapi dengan dewasa. ’’Pemerintah sudah menetapkan Idul Adha jatuh pada 10 Juli. Sementara Muhammadiyah sudah umumkan lebih dahulu Idul Adha pada 9 Juli,’’ jelasnya.
Jaidi mengatakan, perbedaan penetapan hari besar di Indonesia sudah biasa terjadi. Belum lama ini, penetapan awal Ramadan 2022 juga berbeda. ’’Jadi, janganlah perbedaan ini menjadikan perpecahan atau tidak saling menghormati,’’ kata dia.
Jaidi mengajak bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, untuk saling menghormati perbedaan itu. Dia menegaskan, perbedaan tersebut sejatinya didasari pada persoalan wujudulhilal dan rukyatulhilal. Perbedaan keduanya bergantung pada ketinggian hilal.
Dia lantas menjelaskan potensi pertanyaan yang muncul di tengah masyarakat. Ketika terjadi perbedaan seperti itu, kapan pelaksanaan puasa Arafah. Apalagi, pelaksanaan Arafah atau wukuf ada di Arab Saudi. Sampai pengumuman hasil sidang isbat Kemenag tadi malam, pemerintah Saudi belum melansir hasil sidang isbat mereka.
Dia menegaskan bahwa puasa Arafah adalah puasa sunah yang dilakukan pada 9 Zulhijah. Maka, yang menjadi acuan adalah keputusan pemerintah setempat. Tetapi, dia tidak melarang ketika warga Muhammadiyah melaksanakan puasa Arafah sesuai dengan ketetapan mereka. Jaidi juga menyampaikan, umat Islam dianjurkan berpuasa mulai 1 sampai 9 Zulhijah. Selain berpuasa, pada tanggal tersebut umat Islam dianjurkan memperbanyak ibadah dan sedekah. ’’Saudara kita fakir miskin menanti uluran tangan kita,’’ tuturnya. (jp)