JAKARTA – Pemilihan presiden (Pilpres) 2014 tinggal beberapa bulan lagi. Namun di dunia maya perang cyber tak terelakkan. Hal itu bisa dilihat pada terorganisirnya dengan baik dukungan dunia maya di media sosial terhadap calon presiden (Capres) tertentu.Pakar Komunikasi Politik Gun Gun Heryanto mengatakan wajar kalau Capres peserta Pilpres menggunakan sarana cyber termasuk cyber troops (serdadu dunia maya) sebab kita tengah memasuki era itu.
“Wajar kalau semua peserta perang cyber,” kata Gun Gun di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (6/11/2013).
Menurut dia Indonesia memasuki generasi ketiga politik dimana cyber jadi ajang propaganda calon Presiden.
“Generasi pertama politik kita ditandai dengan dipilihnya capres tertentu karena retorikanya bagus. Generasi kedua adalah capres dipublish media massa secara meluas dan kemudian dia memiliki frame lalu dipilih,” kata Gun Gun.
Memasuki generasi ketiga politik saat ini, menurut Gun Gun, adalah new media dimana di dalamnya internet menjadi sarana produktif untuk menjadikan capres pilihan pemilih.
“Ada juga dipakai tekhnik propaganda seperti menggunakan media sosial dengan mencap label positif dan beri label negatif tertentu (pada capres lain). Selain menggunakan tekhnik propaganda ada juga tekhnik desiminator dimana digunakan tekhnik menyebar info dan merubah mindset orang setiap hari setiap menit,” kata Gun Gun.
Dan tekhnik lainnya di era cyber ini adalah model kontestasi dimana di-share sesuatu informasi di dunia maya untuk menjadi penguat popularitas capres. “Bisa pada akhirnya muncul perang cyber, misalnya situs-situs partai tertentu diserang (hack). Dan ini wajar sebagai bagian kontestasi dibaca dalam konteks elektoral,” kata Gun Gun. trb