Bintang Pos, Surabaya – Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) meminta pemerintah untuk melakukan koreksi terhadap data produksi rumput laut baik secara regional maupun nasional. Data yang tidak tepat dinilai merupakan salah satu penyebab tidak adanya pengembangan strategi nasional khusus bagi rumput laut.
Ketua ARLI Safari Azis mengatakan, bahwa pelaku usaha rumput laut sering disulitkan dengan ketidaksesuaian data produksi yang ada di pemerintah. Hal ini berpengaruh dengan ketepatan metode ukur yang dipakai.
“Rumput laut jika diukur dalam keadaan basah memang bobotnya menjadi besar. Sementara pengusaha tidak mengenal adanya kondisi basah terutama untuk perdagangan, kecuali untuk keperluan masih bibit,” kata Aziz dalam keterangan tertulisnya, Jakarta (7/6/2013).
Safari Aziz menjelaskan perbedaan data produksi untuk daerah Sulawesi Selatan sebagai salah penghasil rumput laut terbesar di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, produksi rumput laut di 2012 mencapai 2.104.446 ton, sementara data dari Biro Statistik dan Ditjen Pengembang Ekspor Nasional menyebutkan hanya sebanyak 75.763 ton.
“Pemerintah perlu memperbaiki data produksinya. Memang perbandingan produksi rumput laut jika diukur dalam keadaan basah dan kering itu bisa sepuluh berbanding satu,” jelasnya.
Selain itu, menurut Safari, produksi per Mei 2013 diperkirakan menurun 20 persen hingga 40 persen. Pihaknya mempertanyakan ke mana jumlah produksi rumput laut itu yang dinyatakan banyak walaupun kondisi musim tidak menentu.
“Faktanya para eksportir sekarang susah mencari barang. Penggunaan dalam negeri itu masih kecil, jadi tidak mungkin dengan jumlah yang besar itu bisa terserap oleh lokal. Meskipun impor ada, tetapi jumlahnya kecil,” tambahnya.
Oleh karena itu, ARLI sangat menyayangkan dengan validitas data yang ada di pemerintah. Kendati demikian Safari mengungkapkan bahwa Indonesia memang merupakan salah satu produsen terbesar, hanya saja data itu harus segera dibenahi agar tata kelola pengembangan rumput lautnya bisa lebih profesional dan pada gilirannya pelaku usaha bisa mengatur strategi bisnisnya.
“Kita harapkan angka produksinya rasional, sehingga partisipasi semua pihak termasuk pengusaha bisa lebih jelas melakukan tata kelola pengembangan rumput laut untuk bisnis,” tutupnya. (okz)