Bintang Pos, Rusia – Presiden Rusia, Vladimir Putin, akhir pekan lalu memberlakukan secara paksa larangan merokok di tempat umum. Penerapan aturan ini merupakan tindak lanjut dari undang-undang yang telah disahkan pada Februari lalu.
Kantor berita Reuters, 1 Juni 2013, melaporkan larangan itu kemudian diikuti dengan pemberlakuan kenaikan harga rokok mulai Januari 2014. Lantas larangan merokok di tempat umum lainnya seperti restoran, kafe, hotel dan penjualan rokok di kios pada Juni 2014.
Bagi mereka yang masih merokok pun, masih diberi ruang, namun harus berjarak 15 meter dari pintu masuk bandara, kereta dan kereta bawah tanah serta halte bus.
Apabila melanggar, maka pemerintah siap mendenda warganya dengan nilai berkisar dari 500 rubel atau Rp154 ribu hingga 1500 rubel atau Rp461 ribu. Keputusan ini terpaksa diambil Putin, mengingat kebiasan merokok warga Rusia yang akut.
Menurut data yang dilansir Badan Kesehatan Dunia (WHO), tercatat sebanyak 40 persen warga Rusia merupakan perokok aktif. Ini jauh lebih tinggi ketimbang Perancis dan Amerika Serikat yang berjumlah 30 dan 27 persen.
Kebiasaan buruk warga Rusia ini turut mempengaruhi penurunan jumlah populasi rakyatnya. Menurut Perdana Menteri Rusia, Dmitry Medvedev, tembakau telah membunuh hampir 400 ribu warganya tiap tahun.
Populasi Rusia yang semula berjumlah 149 juta pada tahun 1991, kemudian menurun drastis menjadi 142 juta di tahun 2011. Hal ini diperparah dengan harga rokok di Rusia yang sangat murah yaitu kurang dari US$1 atau Rp9800.
Putin berharap dengan diberlakukannya aturan baru ini, jumlah populasi Rusia kembali membaik. Dia juga mengimbau kaum muda Rusia untuk menjalani hidup sehat dan menjauhi rokok.
Disambut Pesimistis
Namun maksud baik Putin ini dipandang sebelah mata oleh warganya sendiri. Bahkan mereka pesimistis aturan ini dapat diterapkan secara konsisten oleh polisi Rusia.
“Negara ini tidak siap untuk UU ini,” ujar pakar hukum ternama, Mikhail Barshchevsky.
Bahkan menurut Barshchevsky, apa yang dilakukan Putin tidak ada bedanya dengan aturan yang dibuat Mikhail Gorbachev saat melarang konsumsi alkohol melalui reformasi Perestroika.
“Ini bukan aturan untuk melawan kebiasaan merokok, namun ini hukum untuk membinasakan perokok,” imbuhnya.
Sementara keraguan serupa juga terlihat jelas di mata para pelaku industri tembakau di negeri tirai besi itu. Menurut Direktur Urusan Internal Perusahaan British American Tobacco khusus bagian Rusia, Alexander Lioutyi, aturan baru Putin tersebut tidak jelas.
“Dalam beberapa hal, bagaimana penerapan aturan itu dan pemberlakuan sanksi, masih belum jelas,” ujar Lioutyi.
Dia mempertanyakan siapa yang akan mengawasi publik, karena jumlah populasi kian bertumbuh sementara polisi jumlahnya selalu sama. Saat ditanya apakah aturan itu akan berpengaruh terhadap industri tembakau di Rusia yang bernilai US$20 miliar atau Rp196 triliun per tahun, Lioutyi berpendapat masih terlalu cepat mengatakan hal itu.
Kantor berita Reuters mencatat 90 persen industri rokok di Rusia didominasi oleh perusahaan asing, seperti BAT, Imperial Tobacco, Japan Tobacco dan Philip Morris.(viv)