Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR Khatibul Umam Wiranu menilai keberadaan lembaga survei perlu diatur agar keberadaannya memberikan kontribusi yang positif bagi demokratisasi di Tanah Air.Menurut dia, hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga survei dalam Pemilu Presiden 2014 dalam kenyataannya telah meresahkan masyarakat karena terdapat perbedaan hasil, bahkan bertentangan, antara satu lembaga survei dengan lembaga survei yang lain.
“Belajar dari masalah yang timbul, ke depan perlu dipikirkan bersama tentang pengaturan keberadaan lembaga survei. Seperti pengaturan soal pendanaan, posisi lembaga survei sebagai konsultan politik, serta pengaturan lembaga etik yang independen,” kata Umam di Jakarta, Rabu.
Menurut Umam, hitung cepat yang sejatinya bagian dari produk akademik, tidak jarang berubah menjadi instrumen politik. Bahkan, pada titik tertentu hitung cepat justru menjadi alat untuk mendelegitimasi peran dan keberadaan KPU sebagai lembaga konstitusional penyelenggara pemilu.
“Hasil hitung cepat yang keluar dari khittahnya justru menjadi alat propaganda,” kata Umam.
Oleh karena itu, Umam mengusulkan agar usai proses tahapan pilpres seluruh stakeholder pemilu seperti KPU, Bawaslu, DKPP, akademisi, serta lembaga survei duduk bersama khusus membahas ihwal lembaga survei yang dalam titik tertentu turut memberi dampak negatif di tengah masyarakat.
Untuk saat ini Umam berharap polemik hitung cepat dalam Pilpres 2014 dihentikan. Semua harus dikembalikan pada penghitungan konstitusional yang akan diputuskan KPU pada 22 Juli mendatang.
“Bagi lembaga survei dan pihak yang diduga melakukan provokasi dan propaganda dengan menggunakan hasil riset dan hitung cepat yang memberi dampak negatif, buruk, dan destruktif kepada masyarakat agar direspons secara serius oleh aparat penegak hukum dengan melakukan penyelidikan, bahkan bisa penyidikan dan penuntutan hukum,” katanya.atr