Blitar – Komisi Yudisial berkomitmen untuk terus mengembangkan jaringan pemantauan peradilan berbasis masyarakat hingga ke tingkat daerah di seluruh Indonesia, sebagai upaya menekan praktik jual-beli perkara di lembaga kehakiman.
Komitmen itu disampaikan Kasi Analisa dan Penyelidikan Komisi Yudisial (KY) RI, Abdul Mukti, di sela kegiatan diskusi bertema “Peran Komisi Yudisial dalam Pemantauan Peradilan Berbasis Masyarakat” di Blitar, Jawa Timur, Rabu.
“Kami ingin mendorong kesadaran masyarakat agar lebih proaktif dalam melakukan pengawasan sistem peradilan di daerah masing-masing, terutama terhadap perilaku hakim yang menangani perkara,” kata Abdul Mukti.
Menurut dia, ada alasan mendasar mengapa KY getol menyosialisasikan sekaligus mengembangkan program pemantau lembaga kehakiman ke daerah-daerah di Indonesia, yakni jumlah personel KY sejak dibentuk pada 2005 hingga saat ini jauh dari memadai, bila dibandingkan dengan personel hakim yang harus diawasi lebih dari 9.000 orang.
“Jumlah kami (personel KY) hanya 200-an orang. Untuk mengawasi perilaku hakim sebanyak itu yang tersebar di 550 lebih lembaga peradilan jelas susah. Kami perlu partisipasi masyarakat untuk melakukan kontrol bersama,” ujarnya saat menyampaikan materi di depan forum diskusi.
Meski tidak serta merta dibentuk forum relawan pemantau peradilan, wacana tersebut mendapat sambutan antusias puluhan peserta diskusi yang datang dari berbagai kelompok masyarakat, akademisi/kampus, maupun aktivis lembaga sosial pemberdayaan masyarakat, dan kepemudaan.
“Pencerahan semacam ini membuat kami lebih tahu bagaimana mekanisme pengaduan jika suatu saat menemukan ada perilaku hakim yang korup, ataupun modus jual-beli perkara untuk memengaruhi putusan persidangan,” kata Bambang, aktivis salah satu ormas kepemudaan di Kabupaten Blitar.
Praktisi dari Fakultas Hukum Universitas Balitar, Dian Fariha, menyambut baik gerakan pemantauan peradilan berbasis masyarakat yang digagas KY.
Menurutnya, partisipasi publik diperlukan agar kontrol terhadap lembaga kehakiman/peradilan terjaga dengan efektif.
“Saya kira perlu juga dibuat semacam terobosan untuk mendorong partisipasi masyarakat tersebut, misal dengan memberi semacam `reward` (hadiah) jika ada pengaduan kasus perilaku hakim atau semacamnya dengan disertai bukti,” cetusnya.
Senada, Ketua Yayasan Sitas Desa, Farhan Mahfuzi berharap komunikasi KY dengan jejaring pemantau peradilan di daerah-daerah intens dibangun agar perilaku korupsi ataupun transaksi perkara di lembaga peradilan bisa diminimalisir.
“Peradilan yang jujur, bersih dan bebas praktik suap adalah hak setiap warga negara. Masyarakat Blitar saya kira juga sepakat bulat jika hukum ditegakkan seadil-adilnya,” timpalnya.atr