Bogor – Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Eliarta Meliala mengatakan Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata perlu direvisi, seiring maraknya kriminalitas yang menggunakan senjata api di masyarakat.“Undang-Undang Nomor 12/1951 perlu direvisi karena tidak mencakup senjata jenis “soft gun” yang juga marak beredar, karena jenis itu juga bisa mematikan,” ujar Adrianus saat ditemui dalam lokakarya pemantaaun kinerja Polri di Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Adrianus menjelaskan memahami persoalan senjata api perlu merujuk pada jenis senjatanya.
Ia mengatakan ada tiga jenis senjata yang beredar di masyarakat yakni senjata organik, senjata rakitan, senjata impor atau versi gun, dan soft gun.
Untuk senjata organik, lanjut Adrianus, terulang pada pengawasan satuan yang memilikinya.
Senjata tersebut bisa jadi dicuri dari gudang senjata, digunakan secara salah oleh petugas, atau dipinjamkan sehingga disalahgunakan.
“Untuk senjata rakitan ada dua tipe, semi rakitan yang berasal dari daerah konflik, dan rakitan dari dalam negeri sendiri,” ujar Adrianus.
Lebih lanjut Adrianus menjelaskan, untuk tipe rakita yang berasal dari daerah konflik sudah rendah jumlahnya.
Tetapi untuk senjata rakitan produksi dalam negeri, seiring semakit canggihnya teknologi bubutan, masih banyak dihasilkan oleh pabrik seperti Cipacing, Bubut Utara, dan produksi tradisional lainnya.
“Kemungkinan maraknya peredaran senjata rakitan produksi rumah industri ini karena pasarnya yang tinggi, sehingga produksinya banyak,” ujarnya.
Sementara itu, untuk versi gun atau senjata impor lanjut Adrianus, juga tidak bisa dikontrol.
Untuk tipe senjata tersebut hanya boleh dipegang oleh Perbakin, tetapi ketika izinnya telah habis tidak ada yang bisa mengontrol senjata masih dipegang atau ditarik.
Perkembangan saat ini, lanjut Adrianus, peredara “Soft gun” yang muncul tanpa hukum.
“Revisi perlu karena Undang-Undang Darurat yang ada saat ini belum mencakup tentang soft gun ini. Karena ini termasuk jenis senjata yang bisa mematikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kapolri Jendral Sutarman saat menghadiri penandatanganan kerja sama dengan BIG terkait peta keamanan Polri Senin (21/4) menyebutkan, akan meninjau ulang regulasi kepemilikan senjata api di masyarakat.
Upaya tersebut dilakukan menyusul maraknya penggunaan senjata api yang dilakukan dalam tindak kejahatan.
“Selain disalahgunakan, penggunaan senjata api ditengah masyarakat juga sangat membahayakan,” ujar Kapolri.
Kapolri menyebutkan, aturan kepemilikan senjata api akan dikaji ulang. Kepolisian juga akan memperketat kepengurusan senjata api kepada warga sipil, pengacara dan komponen masyarakat lainnya. atr