Manca – Virus mematikan ebola rupanya terus menebar ketakutan. Berdasarkan data yang dilansir Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tercatat kasus ini telah menembus angka 10.141 orang. Yang mencengangkan, hampir separuh korbannya atau 4.992 orang meninggal dunia.
Aljazeera, Minggu 26 Oktober 2014, melaporkan, korban meninggal terakhir terjadi pada Jumat (24/10) lalu, di Kota barat Kayes, Mali. Korban merupakan seorang balita berusia dua tahun.
Menurut Presiden Mali, Ibrahim Boubacar Keita, petugas kesehatan kini tengah menelusuri jejak perjalanan balita dua tahun itu dengan sang nenek. Menurut data, sebelum menjejaki Mali, keduanya telah melakukan perjalanan panjang dengan menumpang transportasi umum berupa bus dari Guinea.
“Guinea adalah tetangga Mali. Namun begitu, kami belum berencana melakukan penutupan perbatasan antara Mali dengan Guinea,” tutur Keita.
Ia menjelaskan, saat melakukan perjalanan panjang itu, sang nenek dan balita dua tahun itu juga sempat berhenti di Ibu Kota Bamako, dimana wilayah itu merupakan area potensi tinggi tertularnya virus ebola.
Nenek dan balita itu juga disebutkan membuat kesalahan dengan pergi ke pemakaman di Guinea, dimana lebih dari 900 orang telah meninggal karena ebola.
“Kami membayar mahal untuk ini. Tapi saya pikir ini akan menyebabkan lebih banyak rasa takut dari apa pun. Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk menghindari panik,” katanya.
Sementara itu, ahli ebola baik lokal dan internasional kini tengah meluncur ke Mali untuk mengidentifikasi kasus ebola di sana. WHO bahkan mengatakan jika sebanyak 43 orang juga telah dilakukan karantina untuk menghindari kasus-kasus yang tak diinginkan.
Delapan negara
Hingga kini, sudah ada delapan negara yang mengklaim memiliki masalah dengan ebola. Beberapa di antaranya ialah Liberia, Guinea, Sierra Leone, Senegal, Nigeria, dan Mali.
Laporan WHO terakhir menyebutkan, Liberia merupakan negara yang paling besar terdampak ebola, yakni 2.705 warganya meninggal akibat virus tersebut. Sierra Leone mencatat 1.281 korban tewas, dan Guinea 926 jiwa.
Angka 10.141 kasus yang dirilis WHO sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Sebab, banyak keluarga di beberapa negara terdampak memilih melakukan perawatan anggota keluarganya yang terinfeksi di dalam rumah, dan tidak dibawa ke rumah sakit.(ita)