Bintang Pos, Surabaya – Himpunan Pengusaha Jasa TKI minta aparat penegak hukum mengusut dugaan penyimpangan penggunaan anggaran Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI tahun 2012.
Ketua Bidang Etik Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Senin, mengatakan berdasarkan data yang diperoleh banyak penyimpangan yang terjadi sehingga anggaran belum layak dicairkan karena pengerjaan baru dilaksanakan 56 persen.
“Berdasarkan peraturan, term kedua anggaran baru bisa dicairkan jika pengerjaan sudah dilaksanakan minimal 98 persen, nyatanya baru 56 persen tapi dilakukan rekayasa seakan sudah dilaksanakan 98 persen,” kata Yunus.
Ia menjelaskan, berdasarkan surat perjanjian (kontrak) bertanggal 19 Oktober 2012 dikatakan pelaksanaan pekerjaan 60 hari kalender terhitung sejak 19 Oktober 2012 dan berakhir pada 15 Desember 2012.
Harga borongan pekerjaan sebesar Rp19,7 miliar yang dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri 2012, dan sudah termasuk pajak yang harus dibayarkan oleh penyedia sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Cara pembayaran dilakukan dua kali, pembayaran pertama sebesar 20 persen (Rp3,9 miliar) dan sisanya 80 persen (Rp15,8 miliar).
Namun, pada kenyataannya pelaksanaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI tersebut, kata Yunus, syarat dengan kelemahan.
Dia meminta agar diusut proses tender apakah pelaksanaan proyek tersebut bebas dari KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme). “Pengadaan barang kabarnya dari China yang sebagian belum tiba pada saatnya, sementara spesifikasi barang yang sama ada di Indonesia,” kata Yunus.
Dia juga menyoroti hasil pemeriksaan bahwa yang dikirim tidak sesuai dengan perjanjian di kontrak dan pengiriman barang ke Malaysia dan Saudi (Jeddah) yang tidak tuntas sesuai batas waktu.
“Di sejumlah tempat komputer yang ada belum bisa dioperasikan,” kata Yunus.
Lebih dari itu semua, Yunus menyoroti bahwa pengadaan barang di delapan provinsi plus Jeddah dan Kuala Lumpur itu membuang-buang anggaran karena BNP2TKI sudah mengadakan sistem yang kurang lebih sama dengan cakupan lebih luas.
“Inilah yang kita khawatirkan. Selama masih ada dua lembaga yang mengatur TKI dan tidak jelas peran keduanya maka pemborosan anggaran untuk pengadaan kegiatan yang sama akan terus terjadi,” kata Yunus.(ant-pgh)