Bintang Pos, Surabaya – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, menilai perlu untuk memasukkan pasal tentang delik pidana penghinaan presiden dalam draf perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 265.
“Negara demokrasi bukan berarti kita bisa menghina Presiden. Ini kan bangsa beradab, kalau dibuat perlu tetapi ancaman hukumannya jangan terlalu berat,” kata Martin ditemui di Gedung Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa.
Menurut Martin tindakan penghinaan kepada kepala negara menjadi sulit diproses secara hukum setelah pasal yang mengatur penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden di KUHP dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia menekankan dengan adanya aturan yang mempidanakan penghinaan terhadap kepala negara bukan berarti mengekang rakyat untuk melakukan kritik.
“Melecehkan dan mengkritik merupakan hal yang berbeda. Kalau kritik boleh, melecehkan yang tidak boleh,” ujarnya.
“Masa kepala negara dihina dan dilecehkan dengan kasar di depan umum tidak bisa ditindak. Padahal melecehkan orang yang sudah mati atau misal melecehkan tukang sayur saja diatur ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 1,” jelasnya.
Dalam Rancangan Undang-Undang KUHP usulan pemerintah yang diterima Komisi III DPR, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden diancam penjara paling lama 5 tahun atau denda kategori 4.
Namun, Martin kurang setuju dengan angka ancaman hukuman penjara 5 tahun. Ia berpendapat agar ancaman hukuman sebaiknya diturunkan.
“Jangan ancaman 5 tahun, misal 1 tahun ” tambahnya yang juga meminta agar RUU perlu dirumuskan lagi sehingga tidak menjadi “pasal karet”, katanya.(ant-gug)