Manca – Dua ilmuwan Norwegia baru saja memenangkan penghargaan Nobel untuk Fisiologi atau Kedokteran atas karya mereka yang diterbitkan dalam bahasa Inggris. Mereka adalah suami istri bernama May-Britt Moser dan Edvard Moser.Terbesit pertanyaan mengapa seorang ilmuwan Norwegia memilih untuk menerbitkan karyanya dengan menggunakan bahasa Inggris. Atau secara spesifik, mereka menggunakan istilah menggunakan bahasa Inggris, kenapa tidak menggunakan bahasa mereka saja? Yakni bahasa Norwegia.
Sejarawan sains Michael Gordin menjelaskan mengapa mereka menulis dalam bahasa Inggris dan bukannya bahasa Norwegia. Menurut dia, pada masa ini, jika seorang ilmuwan akan menciptakan istilah baru, besar kemungkinan ilmuwan tersebut akan menggunakan bahasa Inggris.
Selain itu, jika ilmuwan akan menerbitkan penemuan baru, umumnya pun dalam bahasa Inggris. Padahal, menurut Michael Gordin, keadaan dahulu kala tidak seperti ini
“Jika pada tahun 1900 seseorang mengatakan kepada Anda, ‘Coba tebak bahasa apa yang akan menjadi bahasa universal sains pada tahun 2000’, Anda akan pertama-tama tertawa pada mereka. Sebab jelas tidak ada satu bahasa dominan dalam sains, namun sebuah bahasa yang merupakan campuran antara Prancis, Jerman, dan Inggris adalah jawaban yang tepat,” kata Michael Gordin,dari BBC, Senin (13/10/2014).
Profesor sejarah modern dan kontemporer dari Universitas Princeton ini segera menerbitkan buku,Scientific Babel, yang mengulas sejarah bahasa dan ilmu pengetahuan.
Dia mengatakan bahasa Inggris bukan merupakan bahasa yang umum digunakan pada tahun 1900. Saat itu, bahasa yang lazim digunakan dalam keilmuan adalah bahasa Jerman.
Lantas, bagaimana bahasa Inggris menjadi bahasa yang dominan dalam sains, sehingga bahkan mengalahkan dominasi bahasa Jerman?
Begini ceritanya. Setelah Perang Dunia Pertama, ilmuwan Belgia, Prancis dan Inggris memboikot ilmuwan dari Jerman dan Austria. Ilmuwan dari dua negara tersebut dilarang menghadiri berbagai konferensi dan tidak dapat mempublikasikan karya mereka dalam jurnal Eropa Barat.
“Akibatnya, terdapat dua komunitas sains. Yang satu yang berbahasa Jerman dan satu komunitas di Eropa Barat berbahasa Inggris dan Prancis,” jelas Gordin.
Perang Dunia I juga berdampak untuk Amerika Serikat. Pada 1917, ketika Amerika Serikat mulai terlibat dalam peperangan, terjadi gelombang anti-Jerman di negara tersebut. “Saat itu, sebagian besar warga di Amerika Serikat masih menguasai Jerman,” kata Gordin.
Kala itu, banyak sekali penduduk berbahasa Jerman di Ohio, Wisconsin, dan Minnesota. Dan, Perang Dunia I telah mengubah semua itu.
“Mengggunakan bahasa Jerman waktu itu dianggap seperti melakukan perbuatan kriminal di 23 negara. Anda tidak diizinkan untuk berbicara dengan bahasa Jerman di depan umum, Anda tidak diperbolehkan untuk menggunakannya dalam siaran radio dan Anda tidak diizinkan untuk mengajarkannya kepada anak di bawah usia 10,” jelas Gordin.
Akibatnya banyak ilmuwan yang kurang memahami bahasa-bahasa asing. Saat itu, menurut Gordin, sains di Amerika Serikat juga mulai mengambil alih dominasi dunia.
“Jadi Anda dapat melihat bagaimana sekarang kata-kata tertentu langsung dijadikan bahasa Inggris seperti kata online, transistor, dan microchip,” tandas Gordin. lip