Jakarta – Sudah menjadi rahasia umum bila pagelaran pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia sarat pelanggaran. Hampir semua peserta pemilihan umum, baik partai politik maupun perseorangan, mencoba cara-cara ilegal demi meraup suara melimpah demi mewujudkan ambisinya merengkuh kekuasaan.
Selama masa kampanye berlangsung, pelanggaran demi pelanggaran ditemukan terjadi. Ada yang ditemukan langsung oleh petugas di bawah jajaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Ada pula yang dilaporkan oleh masyarakat kepada wasit pemilu itu. Ada juga yang ditemukan jurnalis yang melakukan peliputan.
Mendapati pelanggaran tersebut, Bawaslu memprosesnya. Bila ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran aturan yang berlaku maka mereka merekomendasikan sanksi. Bawaslu tidak bisa memberikan sanksi langsung. Tapi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memiliki kewenangan itu berkewajiban melaksanakan rekomendasi itu.
Jumat siang, 27 Maret 2014, lembaga masyarakat sipil Lingkar Madani untuk Demokrasi Indonesia (LIMA Indonesia) mengadukan Presiden RI yang juga Ketua Umum Partai Demokrat kepada Bawaslu. Direktur Eksekutif LIMA, Ray Rangkuti, menduga SBY menggunakan uang atau fasilitas negara saat kampanye rapat umum di Lampung 26 Maret lalu.
Memang, Ray mengakui, penggunaan uang negara untuk kepentingan penyewaan pesawat komersil guna dipakai untuk perjalanan kampanye presiden tidak serta merta dapat disebut sebagai penggunaan fasilitas negara yang melekat pada diri seorang presiden.
Namun, lanjutnya, SBY tidak seharusnya menggunakan uang negara saat kampanye di Lampung. Sebab, perjalanan SBY ke Lampung di luar tugas negara, serta sedang cuti di luar tanggungan negara.
“Satu-satunya agenda presiden ke Lampung hanyalah kepentingan berkampanye bagi Partai Demokrat. Saat cuti di luar tanggungan negara, sejatinya negara tidak dapat menggelontorkan dana untuk kegiatan apapun yang dilaksanakan oleh presiden,” katanya.
Menanggapi laporan itu, Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu, Nelson Simanjuntak, mengatakan akan segera menindaklanjuti laporan LIMA dalam lima hari ke depan. Bawaslu segera memanggil perwakilan dari Partai Demokrat dan Sekretaris Negara untuk mengklarifikasi laporan itu.
Ihwal penggunaan pesawat kepresidenan oleh SBY itu, Bawaslu sudah memberikan penilaian, kemarin. Menurut Ketua Bawaslu, Muhammad, tindakan SBY itu tidak melanggar aturan kampanye.
“Itu kan hak protokoler dia menggunakan pesawat itu. Itu bagian hak protokolernya pesawat itu. Nggak melanggar,” kata Muhammad di kantor KPU, Jakarta, Kamis 27 Maret 2014.
Orasi Rachmawati
Putri Bung Karno, Rachmawati Soekarnoputri yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Partai Nasdem disemprit Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Solo. Pasalnya, orasi kampanye yang disampaikannya saat kampanye di Alun-alun Selatan Keraton Solo diduga menghina partai lain peserta Pemilu 2014.
Ketua Panwaslu Solo, Sri Sumanta menjelaskan pidato yang disampaikan putri Bung Karno di hadapan kader dan simpatisan Partai Nasdem itu ada indikasi dugaan melanggar aturan kampanye. Sebab, ada pernyataan yang dianggap menghina partai lain.
“Dalam pidatonya, dia mengatakan bahwa Partai Nasdem merupakan partai baru yang belum mempunyai dosa. Sedangkan partai-partai politik lainnya sudah memiliki dosa, terutama,” kata Sri Sumanta menirukan ucapan pidato Rachmawati di Alun-alun Selatan Solo, Kamis, 27 Maret 2014.
Munculnya pernyataan sepert itu, lanjut dia, diduga melanggar aturan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 1 huruf C UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 299 UU Nomor 8 Tahun 2012.
Hal serupa terjadi di Surabaya. Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Surabaya menghentikan paksa orasi juru kampanye atau jurkam Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) karena menjelek-jelekkan tokoh dan partai politik lainnya ketika menggelar kampanye terbuka di Lapangan Flores Surabaya, Kamis 27 Maret 2014.
“Di dalam aturan tidak boleh menjelekkan dan menghina partai politik lain. Apa yang dilakukan jurkam di atas panggung sudah melanggar, sehingga kami terpaksa menghentikannya,” ujar Divisi Penindakan dan Pengawasan Panwaslu Surabaya, Sardiyoko.
Sardiyoko menyebut, jurkam Gerindra tersebut diduga melanggar Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 Pasal 32 ayat (c) dan (d) tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Pasal 32 ayat (c) menjelaskan, setiap partai politik dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta pemilu yang lain. Sedangkan ayat (d) dilarang menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.
Money Politics
Sejumlah dugaan politik uang ditangani kepolisian karena menyangkut dugaan pidana pemilu. Sampai 26 Maret 2014, sudah ada tujuh kasus politik uang yang diproses kepolisian sepanjang masa kampanye berlangsung.
“Sudah ada tujuh kasus yang kita sidik di beberapa daerah. Prosesnya itu sedang berjalan,” kata Kepala Polisi, Jenderal Sutarman di Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Sutarman meminta agar masyarakat menginformasikan kepada penegak hukum terpadu (gakkumdu) jika melihat ada politik uang pada saat kampanye.
“Nanti dengan membawa bukti-bukti, saksi-saksi, dari gakkumdu akan dinilai dari tim yang ada di gakkumdu. Nanti ada KPU, Bawaslu, Panwaslu, ada penyidik kepolisian, ada penuntut kejaksaan,” kata dia.
PKS kena semprit
Dari ratusan dugaan pelanggaran yang masuk ke Bawaslu, setidaknya satu yang sudah diproses dan dikenakan sanksi. KPU menjatuhkan sanksi administrasi kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
KPU menilai partai tersebut melanggar aturan kampanye terbuka yaitu melibatkan anak dalam kegiatan tersebut di Gelora Bung Karno, pada Minggu 16 Maret 2014.
“KPU mengambil keputusan peringatan terhadap PKS, Sanksinya peringatan karena itu memang ketentuan undang-undang begitu. Tidak dihentikan kampanyenya,” kata Ketua KPU, Husni Kamil Manik di kantor KPU, Jakarta, Jumat 28 Maret 2014.
Bagaimana dengan dugaan pelanggaran lainnya? Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu, Nelson Simanjuntak mengatakan jumlah pelanggaran kampanye rapat umum yang terjadi hingga 25 Maret 2014 sebanyak 287 pelanggaran.
Partai Hanura tercatat sebagai partai yang paling banyak melakukan pelanggaran, dengan 48 kasus. Di urutan kedua, PDI Perjuangan melakukan 47 pelanggaran, dan di urutan ketiga, diduduki oleh Partai Nasdem sebanyak 39 pelanggaran.
Berikutnya, Partai Golkar melakukan 29 pelanggaran, Gerindra dan Demokrat 23 pelanggaran, PKB 21 pelanggaran, PKS 17 pelanggaran, PAN 16 pelanggaran, PPP 13 pelanggaran, PBB 9 pelanggaran, dan PKPI 2 pelanggaran. vns