Pekanbaru – Indonesia akan lebih cepat dalam mencapai swasembada pangan khususnya untuk komoditi beras bahkan diprediksi terwujud tahun ini atau lebih cepat dibanding target pemerintah yakni tahun 2017, demikian pakar pertanian Dr Soemitro Arintadisastra.
“Prediksi saya, pada April, hingga Mei dan Juni produksi beras nasional sudah melebihi kebutuhan dalam negeri,” kata Soemitro kepada pers saat berkunjung ke kawasan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Selasa sore.
Ia mengatakan, banyak faktor yang pada akhirnya membuat negara ini swasembada pangan lebih cepat dibanding target yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.
Salah satunya, lanjut dia, adalah pola tanam yang telah diubah oleh sebagian besar para petani di daerah-daerah penghasil beras seperti di Kabupaten Kampar dan sebagian besar daerah di Pulau Jawa.
“Mereka menanam padi pada awal tahun tepatnya pada Januari dimana ketika itu musim hujan telah dilalui. Maka hasil panen dapat dicapai pada April dengan hasil yang berlimpah, bahkan dapat menutupi kebutuhan pangan nasional hingga Mei dan Juni,” katanya.
Ia menjelaskan, bahwa selama 50 tahun para petani di berbagai daerah di tanah air memiliki pola dan waktu penanaman padi yang salah. Musim tanam kerap dilakukan sebelum dan ketika memasuki musim hujan pada akhir tahun sehingga hasilnya justru buruk.
Oleh karena itu, lanjut pakar, tidak sedikit petani nasional yang kerap mengalami kerugian karena saat musim tanam sudah mengalami kebanjiran dan ketika panen, malah masih memasuki musih hujan sehingga padi tidak terjemur dengan maksimal.
Padi yang buruk, menurut dia juga akan menghasilkan produk beras yang buruk, dengan harga jual yang tentunya rendah, tidak sebanding dengan modal tanam hingga perawatan dan panen.
“Kondisi demikian telah dialami banyak petani di berbagai daerah di Indonesia sehingga sulit untuk mencapai swasembada pangan,” katanya.
Untuk tahun ini, lanjut dia, digagas ubah pola dan waktu tanam yang tadinya dilakukan pada pertengahan dan akhir tahun, maka kali ini dilakukan pada awal tahun atau setelah puncak musim hujan.
Untuk diketahui, lanjut dia, puncak musim hujan adalah musim dimana berbagai kawasan di tanah air kerap dilanda banjir. Masa tanam setelah musim ini sangat baik untuk padi.
“Ketika panen, cuaca telah cerah dan pengeringan dapat dilakukan maksimal sehingga hasilnya juga baik. Ketika musim ini, tanaman padi juga maksimal menyerap pupuk sehingga hasil panen bisa jauh lebih memuaskan,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Kampar, Riau sebelumnya telah menyatakan siap mendukung Program Kadaulatan Pangan yang dijalankan Pemerintah Pusat menuju swasembada pangan bahkan program-program berkaitan telah dilaksanakan sejak lama sebelum Era Presiden Joko Widodo.
“Pemda Kampar dalam progres pembangunan telah melakukan upaya peningkatan swasembada pangan di Kabupaten Kampar, terlebih masyarakat yang ingin terjun dibidang pertanian juga mendapatkan pelatihan langsung,” kata Bupati Kampar Jefry Noer.
Jefry mengatakan, jauh sebelum program Pemerintah Pusat itu diluncurkan, Pemkab Kampar telah lebih dulu menjalankan Program Lima Pilar Pembangunan yang kini dikerucutkan menjadi “3 Zero”, zero kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh.
Untuk menyukseskan program tersebut, Pemkab Kampar juga membuka berbagai kegiatan dimana percontohannya dibangun secara terpusat di kawasan P4S Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu.
Berbagai kegiatan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat diterapkan di kawasan ini. Masyarakat dilatih untuk terampil dalam menjahit, serta beternak, bertani hingga dalam pembibitan ikan dan pengelolaan limbah.
“Soal upaya kedaulatan pangan, Kampar telah memiliki program yang sejalan. Bahkan kami menargetkan swasembada pangan tercapai dalam waktu dekat,” katanya.
Saat ini Pemkab Kampar juga menjalankan program yang dinamakan Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi. Sebagai percontohan, Jefry membangun lahan seluas seribu meter persegi dan 1.500 meter persegi di kawasan P4S.
Di dua lahan tersebut, Jefry membangun integrasi kehidupan yakni masyarakat diajarkan untuk menjadi mandiri dengan menanam sayuran seperti cabai dan jamur, peternak ikan lele, sapi dan mengola kotorannya menjadi biourine dan biogas lebih berharga dibanding susu bahkan minyak.
“Jika semua masyarakat di tiap desa di Kampar menjalankan program ini, maka kemandirian pangan dan energi akan terwujud secara merata. Dengan lahan seluas itu, setiap keluarga akan berpenghasilan minimal Rp6 juta per bulan,” katanya.ant